Hadirkan Prof. Djamil hingga Prof. Sri Suhanjdati, ini Topik Terhangat Diskusi Dosen FUHum

FUHum.news – Para dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FUHum) UIN Walisongo Semarang kembali mengadakan Diskusi llmiah Rabuan Dosen (DIRDos) di semester genap 2019/2020 ini, Rabu (4/3/2020). Seperti biasa, diskusi rutin tiap hari Rabu yang berlangsung mulai pukul 09.00-12.00 WIB ini bertempat di Ruang Sidang FUHum.

Puluhan dosen hadir dalam diskusi ini. Pemakalah pada kesempatan kali ini adalah: (1) Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A., (2) Prof. Dr. Sri Suhanjdati, M.A., (3) Drs. H. Tafsir, M.Ag. dan (4) Drs. H. Djurban, M.Ag.. Adapun yang bertindak sebagai moderator adalah Badrul Munir C, M.Phil.

Pemateri pertama Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A., memaparkan makalah berjudul “Belajar dari Konflik Laten Bernuansa Agama untuk Kerukunan (Ahmadiyah dan Syiah)”. Prof. Djamil, panggilan akrabnya, menyampaikan bahwa konflik bernuansa agama tidak akan pernah ada habisnya. Ini sudah menjadi konflik laten. Konfilk antar sesama pemeluk agama maupun antar pemeluk agama lain. Tidak ada jaminan di masa depan tidak akan terjadi konflik lagi.

Dosen FUHum yang merupakan mantan Rektor UIN Walisongo ini mencontohkan persoalan Syiah dan Ahmadiyah yang terus bergulir. “Berbagai solusi ditawarkan, tetapi potensi konflik tetap ada,” tambahnya. Ia juga menyayangkan adanya kecenderungan mencari kambing hitam ketika terjadi konflik.

“Kecenderungan mencari kambing hitam di luar isu agama seperti politik, ekonomi, budaya dan lain-lain. Pengalihan isu utama karena pertimbangan keamanan,” terang Guru Besar Filsafat Islam FUHum UIN Walisongo tersebut.

Selain Prof. Djamil, hadir pula Prof. Dr. Sri Suhanjdati, M.A., yang mengangkat tema diskusi “Sastra sebagai Alat  Politik Kerajaan Mataram Islam”. Dalam penyampaian materinya, ia menjabarkan tentang adanya upaya Kerajaan Mataram Islam untuk memperteguh kekuasaannya dengan sastra.

“Untuk menjelaskan doktrin superioritas Raja Mataram Islam melalui silsilah Ki Ageng Pemanahan sebagai tokoh pendiri Kerajaan Mataram Islam. Disebut sebagai keturunan Brawijaya V dan keturunan Nabi Adam generasi ke-51 dan silsilah Panembahan Senopati dari garis Ibu keturunan Syeh Wali Lanang yang menurunkan Sunan Giri,” ungkap Profesor FUHum UIN Walisongo tersebut.

Sementara Drs. H. Tafsir, M.Ag. menyampaikan makalah berjudul “Titik Seteru Agama-Agama”. Banyak yang ia terangkan. Menurutnya, agama disatu pihak adalah juru damai, dipihak lain jadi pemicu konflik. Agama menjadi bagian dari masalah itu sendiri. Adapun diantara solusinya, H. Tafsir mengutip Hans Kung, tokoh dialog agama, “kuncinya adalah dialog agama,” terangnya.  

Adapun narasumber terakhir Drs. H. Djurban, M.Ag. memberikan ulasan makalah berjudul “Konsep Doa dalam Agama Budhha”. Agama Budhha, menurutnya, merupakan agama yang unik. Muncul sebagai reaksi atau kritik terhadap agama Hindu, dalam ranah teologi, ritual dan kasta. Ia juga mengatakan bahwa dalam agama Buddha, Tuhan tidak dapat didefinisakan. Tidak ada substansi ilahi dan menolak ilustrasi tentang Tuhan.  

Setelah paparan dari narasumber, Badrul, selaku moderator, memberikan kesempatan kepada para dosen yang hadir untuk menanggapi. Banyak dosen yang terlibat untuk memberi tanggapan, pertanyaan hingga tambahan informasi.

Sementara itu, Wakil Dekan I Dr. H. Sulaiman, M.Ag., penanggung jawab DIRDos menyampaikan bahwa diskusi berikutnya akan diadakan sesuai jadwal yakni pada Rabu (11/3/2020), dengan narasumber yang tak kalah menarik. (Win/Publikasi FUHum).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *