FUHUM.news – Pandemi Covid-19 tidak menyurutkan semangat berdiskusi para dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FUHUM) UIN Walisongo Semarang. Rabu (10/7/2020), diskusi rutin yang diadakan setiap Rabu itu digelar secara online via Zoom.
Diskusi kali ini membahas 2 tema yang berbeda. Prof Sri Suhandjati membawakan tema “Mitigasi Pagebluk dalam Politik Kerajaan Mataram Islam” sementara Yosep Komarawandana menyuguhkan tema berjudul “Upaya Mendekatkan Diri kepada Allah di Masa Pandemi. Dipandu oleh dosen muda Mutma’innah acara berjalan menarik.
Prof Sri Suhandjati pemakalah pertama, memaparkan penyebab dan jenis-jenis pagebluk serta menjelaskan pageblug dalam kepercayaan masyarakat Jawa. Setelah itu, ia memaparkan mitigasi pagebluk dan politik kebudayaan. Menurutnya, kekalahan melawan VOC menyebabkan wibawa Raja Matarm merosot. akhirnya banyak kerajaan dibawah Mataram yang melepaskan diri.
“Untuk membangun kembali kekuasaan politiknya, maka Sultan Agung menjalankan strategi politik kebudayaan dengan menjadikan kebudayaan sebagai alat pemersatu. Untuk menarik simpati pemeluk Islam, maka beberapa langkah yang menampakkan unsur Islam di sosialisasikan,” paparnya.
Adapun teknisnya, lanjut Prof Sri, dilakukan dengan sosialisasi simbol kerajaan Islam. Diantaranya Kiai Tunggul Wulung diarak mengelilingi benteng Kraton untuk menangani pagebluk.
“Bendera pusaka itu ada tulisan kalimah tauhid dan Muhammad Rasulullah, merupakan hadiah dari Sultan Turki ketika Sultan Agung meminta pengakuan sebagai Raja Islam dari Syarif Mekah (Saat itu Mekah berada dalam kekuasaan Turki Usmani, maka yang memberi gelar adalah Sultan Turki),” tambahnya.
Selain itu, cara lainnya adalah memadukan pusaka yang berupa bendera itu dengan pusaka Kraton Mataram yakni Kiai Tunggul Wulung diikatkan pada Tombak Kyai Slamet digunakan untuk menghentikan wabah flu spanyol pada masa HB VII.
Sementara itu, pemakalah kedua, Yosep, menjelaskan bahwa upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah di masa pandemi adalah dengan cara meningkatkan kualitas ibadah kita.
“Beribadah seperti layaknya; sholat, puasa, zakat, sedekah, haji, membaca Al-Qur’an, berdzikir, bersholawat, dan lainnya itu niat dan tujuannya wajib lillahi Ta’ala. Jangan sampai diniatkan dan ditujukan Liddunya (kepentingan dunia),” paparnya.
Lebih lanjut, menurut Yosep, sehat bukan diukur dari kemampuan pribadi seseorang dari faktor ekonomi dan sejenisnya. Karena sehat adalah hal yang dapat diraih oleh siapapun tanpa bergantung pada mampu dan tidaknya, kaya dan miskin atau susah dan senangnya seseorang.
Setelah narasumber memaparkan makalahnya, moderator mempersilahkan kepada peserta untuk bertanya. Acarapun selesai tepat waktu pukul 11.00 WIB. Sementara itu, sebelum diskusi ditutup, Wakil Dekan I Dr Sulaiman mengucapkan terima kepada para peserta yang hadir. Ia juga berharap, seluruh dosen kembali berpartisipasi Rabu depan. (Win)
Tim Web FUHum