Semarang, fuhum.walisongo.ac.id — Program Studi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang pada Sabtu, 9/08/2025, menyelenggarakan Tour Keberagaman di kawasan heritage Kota Lama Semarang. Kegiatan yang diikuti puluhan mahasiswa dan pelajar dari berbagai sekolah menengah ini menjadi wadah pembelajaran lapangan yang memadukan wawasan sejarah, penguatan nilai toleransi, serta interaksi lintas budaya.
Kota Lama Semarang, yang kerap dijuluki “Little Netherlands” karena peninggalan arsitektur kolonialnya, dipilih sebagai lokasi kegiatan karena merepresentasikan keberagaman agama dan budaya yang telah hidup berdampingan selama ratusan tahun. Melalui kegiatan ini, peserta diajak memahami bahwa toleransi bukan hanya slogan, melainkan warisan hidup yang perlu dirawat.
Rangkaian tour diawali di Taman Srigunting sebagai titik kumpul peserta. Dari lokasi ini, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Klenteng Tay Kak Sie yang berada di kawasan Pecinan, tepatnya di Jalan Gang Lombok. Berdiri sejak abad ke-18, klenteng ini dibangun untuk menghormati dewa utama dalam tradisi Konghucu, Buddha, dan Tao, khususnya Dewi Kwan Im (Dewi Welas Asih) beserta para dewa pelindung lainnya. Hingga kini, Klenteng Tay Kak Sie tetap menjadi salah satu ikon harmoni kehidupan multietnis dan multi-kepercayaan di Kota Semarang.
Perjalanan dilanjutkan menuju Masjid Menara atau yang dikenal juga Masjid Layur di Kawasan Kampung Melayu, merupakan salah satu masjid bersejarah di Kota Lama Semarang. Dibangun pada abad ke-18 oleh para pedagang Arab dari Hadramaut, masjid ini menjadi pusat kegiatan keagamaan sekaligus simbol akulturasi budaya Arab, Jawa, dan Eropa kala itu. Masjid Menara juga memiliki ciri khas pada menara berbentuk mirip mercusuar dengan gaya arsitektur kolonial yang berpadu dengan sentuhan Timur Tengah. Menara ini dahulu berfungsi ganda: selain sebagai penanda waktu shalat, juga sebagai titik pengamatan aktivitas pelabuhan dan perdagangan di Kota Semarang.
Kunjungan terakhir yakni di Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) atau yang lebih dikenal sebagai Gereja Blenduk, sebagai salah satu Cagar Budaya sekaligus ikon Kota Lama yang berdiri sejak 1753 M. Di tempat ini, para peserta diajak untuk berdialog dengan membahas sejarah perkembangan agama Kristen di Semarang, termasuk peran gereja sebagai pusat aktivitas masyarakat lintas etnis pada masa kolonial. Perjalanan tour juga meliputi kunjungan ke kawasan Kota Lama dan sejumlah bangunan bersejarah lain yang menjadi saksi interaksi beragam komunitas, mulai dari pedagang Arab, Tionghoa, Eropa, hingga masyarakat pribumi.
Toleransi sebagai Pelajaran Hidup Bersama
Sekretaris Prodi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang, Thiyas Tono Taufiq, S.Th.I., M.Ag., menuturkan bahwa Kota Lama ibarat “laboratorium hidup” untuk mempelajari nilai toleransi dan kerukunan. “Di sini kita dapat menyaksikan bagaimana masyarakat dengan latar belakang agama, etnis, dan budaya yang beragam mampu hidup berdampingan, saling melengkapi, dan membentuk identitas khas kota ini. Nilai-nilai inilah yang ingin kami tanamkan kepada mahasiswa dan pelajar. Selain itu, mereka juga dapat menelusuri dan memahami lebih dalam jejak-jejak toleransi yang tertanam di Kota Semarang,” ujarnya.
Selain itu, salah satu siswa peserta tour, Ratu mengaku senang mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru belajar dengan cara yang berbeda. “Biasanya kita belajar sejarah hanya di kelas, tapi di sini kita melihat langsung peninggalannya. Saya jadi paham bahwa perbedaan itu bukan alasan untuk terpisah, justru bisa menjadi kekuatan,” katanya.
Kegiatan diakhiri dengan sesi refleksi bersama di Taman Srigunting. Dalam lingkaran diskusi santai, peserta menyampaikan kesan dan harapan agar semangat toleransi yang mereka pelajari dapat diterapkan di lingkungan sekolah maupun masyarakat.
Refleksi sekaligus penutup disampaikan oleh dosen pendamping, Aulia Rakhmat, M.A. Beliau manyampaikan, “Kota Lama bukanlah sekedar monumen bangunan fisik masa lampau, melainkan juga suatu wilayah yang merekam praktek keagamaan dan juga wujud keragaman yang sudah ada dari masa lampau dalam wujud tempat-tempat ibadah berbagai agama. Bahwa kehidupan harmoni tersebut menjadi penting untuk merefleksikan kehidupan relasi keberagamaan masa kini. Kegiatan ini tidak hanya berfokus pada penyampaian informasi sejarah, tetapi juga mendorong peserta untuk berdialog dan berbagi pandangan tentang keberagaman,” terangnya.
Melalui kegiatan Tour Keberagaman ini, Prodi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang menegaskan komitmennya dapat mengintegrasikan pembelajaran akademik dengan pengalaman lapangan yang membentuk kesadaran sosial. Ke depan, harapnnya program serupa dapat dilaksanakan secara berkala dengan mengunjungi situs-situs keberagaman di kota-kota lain di Jawa Tengah dan peserta yang lebih banyak. (ttt)
HUMAS FUHUM