Yogyakarta, fuhum.walisongo.ac.id – Program Studi Ilmu Hadis Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FUHUM) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, menghadiri Annual Meeting & International Conference Asosiasi Ilmu Hadis (ASILHA) 2025 yang digelar di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, pada 10-12 Agustus 2025. Acara yang diwakili Kaprodi Ilmu Hadis Dr. Muhammad Kudhori, M.Th.I., ini menjadi ajang penting bagi para akademisi dan peneliti hadis untuk mendiskusikan perkembangan kajian hadis di era transformasi digital.
Acara hari pertama dibuka oleh Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Kementerian Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A. Dalam sambutannya, Prof. Sahiron menekankan pentingnya penguatan kajian hadis dalam mendukung perkembangan keilmuan Islam di Indonesia. Sesi dilanjutkan dengan laporan pertanggungjawaban oleh Ketua ASILHA periode 2021-2025, Prof. Dr. Muhammad Anton Athoillah, M.M., yang memaparkan capaian organisasi selama masa kepemimpinannya dan tantangan ke depan bagi ASILHA.
Pada sore hingga malam hari, digelar pemilihan ketua ASILHA untuk periode 2025-2029. Setelah melalui proses yang demokratis, Prof. Dr. Saifuddin Zuhri Qudsy, M.A., terpilih sebagai ketua baru ASILHA. Pemilihan ini menjadi momen penting untuk menentukan arah organisasi dalam menghadapi tantangan kajian hadis di era digital.
Acara utama Annual Meeting & International Conference ASILHA 2025 bertema “From Manuscripts to Artificial Intelligence: Preserving the Hadith Legacy in the Digital Transformation” dilaksanakan pada hari kedua. Acara ini dibuka oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Nurhaidi, M.Ag., M.A., Ph.D. Dalam sambutannya, Prof. Nurhaidi menyampaikan harapan agar Indonesia dapat menjadi pusat kajian Islam, khususnya kajian hadis, tidak hanya di Timur Tengah atau Barat.
Pada sesi paralel, Dr. Muhammad Kudhori, Kaprodi Ilmu Hadis UIN Walisongo, mempresentasikan makalahnya yang berjudul “Hadis Rukyatul Hilal Sebagai Pijakan Penentuan Awal Ramadan dan Syawal: Upaya Menuju Harmoni di Era Digital”. Makalah ini menyoroti perbedaan penetapan awal Ramadan dan Syawal di Indonesia yang kerap terjadi akibat perbedaan pemahaman hadis rukyatul hilal.
“Perbedaan penetapan ini disebabkan karena perbedaan dalam memahami hadis rukyatul hilal, baik secara tekstual yang melahirkan mazhab rukyah, maupun kontekstual yang melahirkan mazhab hisab. Kedua produk pemahaman ini sebenarnya merupakan produk ijtihad legal yang sesuai dengan sunah Nabi saw., sehingga harus diapresiasi dan dihargai. Sebagai sebuah produk ijtihad, masing-masing pendukung dari kedua metode penetapan awal Ramadan dan Syawal ini harus bisa saling menghormati dan menghargai,” terangnya.
Lebih lanjut, Dr. Kudhori menegaskan bahwa penghormatan terhadap perbedaan pendapat dapat diwujudkan dengan kesiapan untuk mengikuti pendapat yang berbeda demi kemaslahatan dan kebersamaan.
“Penting mematuhi keputusan pemerintah yang memiliki otoritas dalam menetapkan awal Ramadan dan Syawal, baik melalui metode rukyat maupun hisab, guna menciptakan harmoni di tengah masyarakat.” pungkasnya.
Konferensi ini menjadi wadah bagi para akademisi Ilmu Hadis untuk bertukar gagasan dan memperkuat kolaborasi dalam memajukan kajian hadis. Dengan tema yang relevan, ASILHA 2025 diharapkan dapat mendorong inovasi dalam pelestarian warisan hadis di era digital, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat kajian hadis dunia.
Rangkaian acara Annual Meeting & International Conference ASILHA 2025 pada hari ketiga adalah Workshop dan Rapat Kerja Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA) yang diselenggarakan di kampus 4 Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Rapat kerja ini membahas agenda-agenda kerja ASILHA lima tahun mendatang.
HUMAS FUHUM