FUHum.news – Para dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FUHum) UIN Walisongo Semarang kembali mengadakan diskusi di awal semester genap ini, Rabu (19/2/2020). Diskusi rutin mingguan yang berlangsung mulai pukul 09.00-12.00 WIB ini bertempat di Ruang Sidang FUHum.
Pemakalah pada Diskui llmiah Rabuan Dosen (DIRDos) yang berlangsung pukul 09.00-12.00 adalah: (1) Prof. Dr. H.M. Amin Syukur, M.A. (2) Drs. H. Nidlomun Ni’am, M.Ag. dan (3) Hj. Sri Purwaningsih, M.Ag. adapun yang bertindak sebagai moderator adalah Winarto, S.Th.I., M.S.I.
Pemateri pertama Prof. Dr. H.M. Amin Syukur, M.A. membawakan judul “Dua Posisi Asbab dan Tajrid”. Prof. Amin panggilan akrabnya, menyampaikan mengenai dua posisi tersebut.
“Orang yang merasakan nikmatnya tajrid, tawakkal kepada Allah, padahal dia ditempatkan pada posisi sebab. Akan berakibat, niat yang ikhlas, tidak bekerja sementara hidup membutuhkan biaya, maka tajridnya tadi berubah menjadi sarana mencari uang, mendapat ‘salaman tempel’, menjual dan komersialisasi kadegdayaan,” terang Guru Besar UIN Walisongo tersebut.
Pengasuh Pesantren Progresif Fathimah al Amin ini menambahkan, “maqam sebab tidak boleh bergeser ke maqam tajrid dan sebaliknya. Bagi yang berada dalam posisi sebab, kemudian tergiur untuk ke posisi tajrid, tidak bekerja karena ingin tekun beribadah dalam arti sempit, hidup hanya untuk wirid saja, maka dia terperosok dalam syahwat khafiy,” tambahnya.
Selain Prof. Amin, hadir pula Drs. H. Nidlomun Ni’am, M.Ag. yang mengangkat tema diskusi “Implementasi Islam Wasathiyyah Di Lembaga Pendidikan Islam (Studi Analisis Peran Madrasah di India dan Indonesia)”. Dalam penyampaian materi, Nidhom menjabarkan mengenai gerakan purifikasi, akomodasi, dan moderasi Islam (wasatihyyah) sama-sama kuatnya berkembang di dua negara ini, hanya yang membedakan Islam di India sebagai minoritas, sedangkan di Indonesia mayoritas.
“Dari sisi ini menyebabkan watak Islam di dua negara tersebut menjadi sedikit berbeda, karena dari sisi ekonomi, sosial, budaya, politik, dan intrik antar komunitas menyebabkan timbulnya persoalan-persoalan baru khususnya pada aspek tradisi pendidikan yang berkembang dalam dekade belakangan ini,” terang dosen yang giat meniliti ini.
Sementara Hj. Sri Purwaningsih, M.Ag. menyampaikan materi mengenai “Hati Nurani dalam Al-Qur’an”. Banyak yang ia terangkan. Diantranya tentang urgensi hati nurani sebagai penentu nilai moralitas.
“Mintalah fatwa kepada hatimu! Kebaikan itu menenangkan jiwa dan menenangkan hati, sedangkan dosa itu meresahkan jiwa dan menimbulkan keragu-raguan di dalam hati,” paparnya di awal presentasi.
Diskusi berjalan menarik. Banyak peserta yang menanggapi. Diantaranya Prof. Sri Suhandjati. Ia membenarkan bahwa Al Qur’an memuat banyak tentang hati nurani. Ia menyamaikan perlunya kajian lebih mendalam.
“Untuk menguatkan pernyataan bahwa hati nurani mampu menangkap pesan-pesan Ilahi, perlu dijelaskan lebih lanjut mengenai bagaimana seseorang memperoleh ilmunya Allah, baik dengan pendekatan psikologi maupun tasawuf,” terangnya. (Win/Team Publikasi).